Tuesday, February 23, 2010
Natural Terrakotta

Gede Kresna Works (GK Works) Terrakotta dimulai pada awal tahun 2004 bekerja sama dengan Made Ngenteg yang telah menekuni industri kecil ini selama 15 tahun. Pada tahun 2005, usaha yang berlokasi di sebuah pedesaan di Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan ini mulai mengembangkan design dan cetakan-cetakan baru untuk menambah variasi produk. Pada tahun yang sama, semua mesin press diremajakan dan ditingkatkan kapasitasnya agar bisa mencetak terrakotta dengan ukuran yang lebih besar.
Secara umum, peminat terakota sebagai material arsitektur cukup besar, terutama untuk restaurant, villa dan rumah tinggal, tetapi masih sangat kecil dibandingkan dengan pemakaian keramik. Padahal secara teknis dan artistik material ini punya keunggulan tersendiri. Terracotta relatif memikili suhu yang lebih stabil dibandingkan dengan keramik sehingga akan terasa hangat di malam hari dan sejuk di siang hari. Seperti material handmade umumnya, terrakota juga memiliki eksotisme yang tak didapat dari material lain. Ditambah dengan tingkat polusi yang hampir mendekati nol dalam proses pengerjaannya, terracotta layak diperhitungkan sebagai material alternatif oleh mereka yang concern terhadap isu-isu lingkungan hidup.
Modern Image.

Selain memproduksi Terrakotta tradisional, GK Works juga memproduksi terracotta dengan motif yang lebih modern. Motif-motif modern tersebut biasanya digunakan untuk dinding untuk lebih mendapatkan kesan urban nature. GK Works juga terbuka untuk membuat terrakotta berdasarkan design yang dibuat oleh pemesan, asalkan secara teknis memungkinkan untuk direalisasikan.

Harga terrakotta sewaktu-waktu dapat berubah karena produksi terracotta sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya panas matahari di sekitar workshop. Pada musim hujan, harga akan bertambah mahal, dan pada waktu musim panas harga akan turun. namun tidak significant. Berikut daftar harga teracotta per Februari 2009 :
1. Terrakotta 12x12 cm : Rp 1.750 /bh
2. Terrakotta 15x15 cm : Rp 2.750 /bh
3. Terrakotta 20x20 cm : Rp 3.700 /bh
4. Terrakotta 25x25 cm : Rp 4.200 /bh
5. Terrakotta 30x30 cm : Rp 5.500 /bh
6. Terrakotta 40x40 cm : Rp 30.000 /bh
7. Terrakotta persegi 6 : Rp 4.200 /bh
8. Terrakotta persegi 8 : Rp 6.750 /set
9. Terrakotta Motif 12x12 cm : (kosong)
10. Terrakotta Motif 15x15 cm : (kosong)
11. Terrakotta Motif 25x25 cm : Rp 10.000 /bh
12. Terrakotta Motif 40x40 cm : Rp 40.000/bh

Tersedia berbagai macam ukuran mulai dari ukuran 12x12 cm, 15x15 cm, 20x20 cm, 25x25 cm, 30x30 cm serta 40x40 cm.
Tersedia juga terrakotta berbentuk segi 6 dan segi 8.



Proses pengeringan sangatlah melelahkan. Jika panas matahari cukup bagus, dibutuhkan waktu 2 hari secara terus menerus untuk mengeringkan tanah liat. Bisa dibayangkan jika panas matahari diselingi dengan awan atau gerimis. Seluruh proses akan menjadi semakin panjang.
Namun letak kesulitan sebenarnya pada proses pengeringan ini adalah kita harus selalu membolak-balikkan tanah liat ini sepanjang hari. Tak kurang kita harus mebaliknya 4-5 kali dalam sehari karena jika hanya salah satu sisi yang kena sinar matahari akan menyebabkan tanah liat melengkung. Itulah sebabnya proses ini menjadi begitu melelahkan bagi para pekerja, karena disamping mengepres mereka juga harus keluar masuk daerah bersinar matahari setiap saat.

Proses Labeling

Proses Pengepresan Tanah Liat

Proses Pembersihan dan Penggilingan Tanah Liat

Setelah tercampur rata, tanah liat digiling dengan menggunakan molen. Keluarannya berupa batangan-batangan tanah liat yang sangat menyerupai coklat. Batangan-batangan coklat tersebut disimpan dalam ruangan yang terlindung dari sinar matahari dan siap untuk dicetak.

Sebagai contoh, di Bali terrakotta digunakan untuk lantai rumah orang tua. Hal ini bukan tanpa alasan karena terrakotta punya suhu yang lebih stabil dibandingkan lantai jenis lain. Pada waktu siang hari terracotta relatif lebih sejuk dan pada waktu malam hari tidak terlampau dingin.
Penggunaan terrakotta tidak terbatas pada lantai saja. GK Works membuat beberapa design terrakotta yang diperuntukkan untuk dipasang di dinding. Secara alamiah dinding berbahan terrakotta juga memiliki suhu yang lebih stabil dibandingkan dengan dinding semen. Selain untuk dinding dan lantai, terracotta juga dipakai untuk genteng dan beberapa aksesorisnya.
Secara keseluruhan, terrakotta merupakan sebuah alternative untuk membuat sebuah bangunan yang lebih sehat dan lebih natural dan ujung-ujungnya juga jauh lebih murah.
Natural Stone Workshop
Apa yang menyebabkan rumah dan bangunan di Pulau Bali terlihat bernilai seni tinggi? Jawabannya sangat sederhana : Orang Bali gemar memanfaatkan apa yang ada di sekitarnya. Menggunakan sesuatu yang dekat membuat apapun seakan menyatu dengan penggunanya.
Lokalitas. Mungkin itulah kata kunci sekaligus tiket yang mengantarkan Arsitektur Bali kerap menjadi turis di mancanegara. Lokalitas menghargai apa yang ada di sekitarnya.
Berangkat dari semangat menghargai kedekatan (lokalitas) dan hasrat untuk memberi nilai tambah bagi kekayaan rimba geologis Pulau Dewata, Gede Kresna Works didirikan untuk mengolah bebatuan yang digunakan sebagai material arsitektur Bali.

Salah satu batu alam yang cukup populer di Bali adalah Batu Serai. Batu ini berwarna kekuningan, teksturnya keras dan berpasir. Utamanya digunakan untuk dinding. Batu ini dapat dipasang dengan beberapa style, diantaranya :
i. Bronjol (Gelondongan) Style
Material dipasang apa adanya dan disusun sedemikian rupa tanpa pola yang baku.
ii. Random Pattern
Sebelum dipasang material dibelah dengan mesin hingga diperoleh kepingan-kepingan random yang disusun satu sama lain mengikuti sisi di sekitarnya.
iii. Size Pattern
Serupa dengan random pattern, tetapi semua ukuran fixed, misalnya 20x20 cm, 15x25 cm dan sebagainya.
iv. Sisik Ikan Style
Dipasang manual seperti Bronjol Style, tetapi tiap keping batunya dipola seperti sisik ikan.

Paras Kerobokan adalah intepretasi kebersahajaan bangunan-bangunan yang ada di Bali. Warnanya yang cenderung abu-abu gelap mencitrakan kerendahatian, kontemplasi, sekaligus keramahtamahan yang membuat setiap bangunan menjadi sosok rumah yang menentramkan.
Umumnya Paras Kerobokan digunakan untuk dinding bangunan, baik rumah maupun pagar. Di beberapa tempat material ini juga digunakan untuk lantai.

Paras Taro merupakan material paling natural yang ada di Bali. Warna dan teksturnya benar-benar sama dengan tanah karena paras ini memang benar-benar tanah. Di Bali dikenal dengan nama Paras Tanah Taro.
Biasanya digunakan untuk pelapis dinding, yang membuat dinding seakan terbuat dari bahan tanah yang sangat alami. Karena agregat dan kepekatan tanah cukup, material ini juga bisa diukir untuk memberikan kesan tradisi yang lebih kental.

Lava Stone adalah lahar panas Gunung Agung di Kabupaten Karangasem yang sudah mengeras karena mengalami proses pendinginan selama bertahun-tahun. Di Bali dikenal dengan istilah Batu Tabas. Penggalian batu ini bernilai ganda, selain dimanfaatkan sebagai bahan material, juga membebaskan tanah dari “hama” bebatuan sehingga tanah yang tadinya tidak produktif dapat ditanami kembali.
Saat ini Lava stone banyak dipakai sebagai bangunan suci, candi, tugu dan lain-lain, namun tak jarang juga digunakan untuk bangunan biasa. Karakternya yang keras dan warnanya yang hitam membuat material ini begitu diminati bahkan untuk dieksport ke mancanegara.
Batu Bata Gosok Bali

Batu bata Bali diproses dengan cara yang unik. Sebelum dipasang batu bata dibelah menjadi 2 bagian. Keduanya lalu diserut menjadi ukuran yang sudah ditentukan. Untuk memasang atau menempelkannya ke dinding tidak menggunakan semen. Cukup digosok-gosokkan ke sesamanya dengan sedikit air, tanah liat pembentuknya akan merekatkannya. Cara ini telah berlangsung selama ratusan tahun dan menjadi salah satu ciri khas bangunan tradisional Bali.
Batu bata yang digunakan adalah batu bata khusus dengan agregat yang lebih halus daripada batu bata umumnya dan melalui pembakaran yang tertentu pula. Itu sebabnya batu bata ini menjadi jauh lebih mahal daripada batu bata biasa.
Namun bukan berarti semua bangunan bata di Bali menggunakan batu bata khusus. Batu bata biasa digunakan untuk membuat bangunan yang terekspose. Caranya hampir sama yaitu melalui proses penyerutan untuk mendapatkan ukuran batu bata yang sama satu sama lainnya. Berbagai bangunan seperti pagar rumah, candi bentar, angkul-angkul (gate) dan lain-lain dibuat dengan style ekspose dengan menggunakan batu bata biasa.

Selain batu-batu dan paras di atas, di Bali juga terdapat beberapa jenis batu yang lain seperti Batu Pilah, Paras Silakarang, Paras Belayu, Paras Kengetan, Lime Stone, Batu Lempeh dan lain sebagainya. Kecuali lime stone yang berwarna putih, batu-batu tersebut tersedia dalam jumlah terbatas, sedangkan paras-paras tersebut lebih banyak digunakan untuk patung dan bangunan-bangunan suci.

Batu Serai
Gelondongan : Rp 750.000/m3
Random 2,5 cm : Rp 110.000/m2
Size 12,5x25x2,5 cm : Rp 150.000/m2
Paras Kerobokan
Balok Standard 16x38x10 cm : Rp 4.000/bh
Size Standard 16x38x3 cm : Rp 3.500/bh
Size 30x50x5 cm : Rp 150.000/m2
Size 30x40x5 cm : Rp 140.000/m2
Size 35x35x5 cm : Rp 140.000/m2
Size 30x30x5 cm : Rp 130.000/m2
Stepping 35x35x10 cm : Rp 25.000/bh
Stepping 40x40x10 cm : Rp 25.000/bh
Stepping 30x50x10 cm : Rp 30.000/bh
Stepping 40x60x10 cm : Rp 50.000/bh
Paras Taro
Balok kecil 12x25x5 cm : Rp 3.000/bh
Balok Besar 15x30x5 cm : Rp 5.000/bh
Paras Gerana
Balok 13x35x10 cm : Rp 6.500/bh
Size 13x35x 2,5 cm : Rp 4.000/bh
Lava Stone
Size 20x20x5 cm : Rp 160.000/m2
Size 30x30x5 cm : Rp 175.000/m2
Rough Stepping 30x30x5 cm : Rp 25.000/bh
Rough Stepping 40x40x5 cm : Rp 35.000/bh
Rough Stepping 50x50x6 cm : Rp 45.000/bh
Rough Stepping 60x60x6 cm : Rp 60.000/bh
Subscribe to:
Posts (Atom)